Read more: http://www.rayhanzhampiet.com/2012/01/cara-membuat-teks-pada-kursor.html#ixzz2fjlQLw5C

Sabtu, 02 Juni 2012

PPH 24


SPT Masa dan Bukti Potong PPh Pasal 23/26 Berubah Lagi
Posted on JANUARI 2012 BY ABDUL SYAFEI
Lagi-lagi Direktorat Jenderal Pajak melakukan perubahan atas bentuk formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2), SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau 26 beserta Bukti Pemotongan/Pemungutannya. Ketentuan tersebut diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ./2009, yang berlaku mulai masa pajak November 2009. Padahal Peraturan Direktur Jenderal Pajak [...]

PPh Pasal 26, Tax Treaty dan SKD/CRT
Posted on JANUARI 2012 BY ABDUL SYAFEI
Pada dasarnya, pajak yang dikenakan di luar negeri bisa mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar di dalam negeri. Namun dalam faktanya, mekanisme seperti ini hanya merupakan fenomena tarik-menarik antar negara berkaitan dengan penerimaan pajaknya. Oleh sebab itu, negara satu dan negara yang lain menjalin tax treaty, yaitu perjanjian kerjasama untuk menghindari tarik-menarik itu dengan cara [...]

PPH 23


SPT Masa dan Bukti Potong PPh Pasal 23/26 Berubah Lagi
Posted on Oktober 6, 2009 by aris aviantara
Lagi-lagi Direktorat Jenderal Pajak melakukan perubahan atas bentuk formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2), SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau 26 beserta Bukti Pemotongan/Pemungutannya. Ketentuan tersebut diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ./2009, yang berlaku mulai masa pajak November 2009. Padahal Peraturan Direktur Jenderal Pajak [...]

PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding
Posted on Juli 6, 2009 by aris aviantara
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa freight forwarding bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Bahkan sebelumnya, dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-785/PJ.032/2007 ditegaskan pula bahwa freight forwarding bukanlah jasa perantara. Akan tetapi, jasa freight forwarding tidak bebas sepenuhnya dari pemotongan PPh, sebab, jika dalam tagihan freight forwarding terdapat unsur sewa harta [...]

Ketentuan PPh Pasal 23 untuk Tahun 2009
Posted on Januari 29, 2009 by aris aviantara
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan PPh Final. Pemotong dan Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23 1. Pemotong PPh Pasal 23: – Badan pemerintah. – Wajib Pajak badan dalam negeri. [...]
 
Tarif PPh Pasal 23 atas Jasa Lain
Posted on Januari 21, 2009 by aris aviantara
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU PPh Nomor 36 tahun 2008 bahwa imbalan sehubungan dengan jasa lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 akan diatur dengan peraturan menteri keuangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. [...]
 
Posted on juni 02 2012 by: ABDUL SYAFEI
Apabila Wajib Pajak Dalam Negeri Badan menerima atau memperoleh dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 23 UU PPh ayat (1) huruf a UU PPh. Namun demikian, kalau dividen tersebut memenuhi syarat dividen yang bukan objek pajak sesuai Pasal 4 ayat [...]
Filed under: PPh Pasal 23
 
Tarif PPh Pasal 23 atas Sewa dan Jasa Menjadi 2%
Posted on juni 02 2012 by: ABDUL SYAFEI
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan telah berlaku per 1 Januari 2009. Dalam UU PPh yang baru ini, banyak sekali ketentuan yang telah mengalami perubahan, salah satunya yang berhubungan dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 23. Dalam Pasal 23 UU Nomor 36 Tahun 2008 mengatur mengenai pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan yang [...]

PPH 22


Pajak Penghasilan Pasal 22
Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 22?
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh :
1.      Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.      Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Siapa pemungut PPh Pasal 22?
1.      Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2.      Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3.      BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah;
4.      Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
5.      Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya;
6.      Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Berapa besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas impor?
Atas impor :
1.      yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), sebesar 2,5 % dari nilai impor;
2.      yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5 % dari nilai impor;
3.      yang tidak dikuasai, sebesar 7,5 % dari harga jual lelang.
Catatan :
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Berapakah besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA dan Bendaharawan Pemerintah serta BUMN/ BUMD ?
Atas pembelian barang yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara / Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) sebesar 1,5 % dari harga pembelian;
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Berapakah besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi yang dilakukan badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok kretek/ putih, kertas, baja otomotif ?
Atas penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang :
1.      industri semen sebesar 0,25 % dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
2.      industri rokok kretek/putih sebesar 0,1 % dari harga bandrol. dan bersifat final;
3.      industri kertas sebesar 0,1 % dari DPP PPN;
4.      industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN;
5.      industri otomotif sebesar 0,45 % dari DPP PPN;
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Berapakah besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas?
Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada penyalur dan/atau agennya :
1.      premium untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 2.100,00/KL, dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan atau Rp 1.750,00/KL;
2.      solar untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 1.140,00/KL dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan atau Rp 950,00/KL;
3.      premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan;
4.      minyak tanah sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 912,00/KL;
5.      gas LPG sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 2.250,00/KL;
6.      pelumas sebesar 0,3 % dari penjualan.
Catatan :
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan lain yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, bersifat final.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Berapakah besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog?
Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa :
a.       Gula pasir kepada :
o    Penyalur sebesar Rp 380,00/kuintal;
o    Grosir sebesar Rp 270,00/kuintal;
o    Pembeli lainnya sebesar Rp 650,00/kuintal
b.      Tepung terigu kepada :
o    Penyalur sebesar Rp 53,00/zak;
o    Grosir sebesar Rp 38,00/zak;
o    Pembeli lainnya sebesar Rp 91,00/zak
Catatan :
PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog bersifat final.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Apa saja yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22?
Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 :
1.      Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh.
Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.      Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk :
o    yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE);
o    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
o    berupa kiriman hadiah;
o    untuk tujuan keilmuan.
3.      Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp 500.000,00 (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4.      Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Kapan saat terutang dan pelunasan/ pemungutan PPh Pasal 22?
1.      PPh Pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD).
2.      PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/ Daerah, BUMN/D, yang dibayar dari belanja negara dan/atau belanja daerah, terutang dan dipungut pada setiap dilakukan pembayaran.
3.      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dipungut pada saat penjualan.
4.      PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas harus dilunasi sendiri oleh penyalur, agen, atau pembeli lainnya sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus;
5.      PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog harus dilunasi sendiri oleh penyalur, grosir,sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Bagaimana tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22?
1.      Atas Impor
a.       Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak;
b.      Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
o    Lembar pertama untuk pembeli;
o    Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o    Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
                        Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir.
                        Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu :
o    Lembar pertama untuk pembeli;
o    Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o    Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
                        PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.